MEDALI UNTUK AYAH
Mentari mulai mengintip dibalik awan untuk segera
keperaduannya menyinari kegiatan seluruh manusia di bumi. Begitu pula dengan
Dodi yang sedang bergegas pergi kesekolah. Dodi merupakan anak pertama dari 2
bersaudara. Dodi berumur 17 tahun, dengan rambut ikal yang menghiasi kepalaya,
kulit sawo matang, tingginya kurang lebih 176cm. Dodi berasal dari keluarga
yang sederhana. Ayahnya hanya seorang pedagang buah di pasar inpres dan ibunya
tidak jarang membantu berjualan di pasar jika pekerjaan di rumah sudah selesai.
Disekolah, Dodi duduk dibangku kelas 2 SMA. Tyo, dia
selalu ngomongin cinta tapi sampe sekarang masih negejomblo dan Ferdi, orangnya
pendiem gak banyak ngomong. Mereka merupakan sahabat terbaiknya disekolah. Dodi
juga salah satu murid yang berprestasi di sekolahnya. 2semester belakangan ini,
Ia tidak pernah keluar dari jajaran 3 besar.
Bel berbunyi pertanda jam pelajaran pertama dimulai.
Pelajaran matematika membuka jam pelajaran pertama. Waktu begitu cepat berlalu
hingga bel tanda pulang pun sekolah berbunyi.
Sepulang sekolah, Dodi selalu membantu ayahnya di
pasar. Ia tidak pernah merasa malu dengan teman-temannya di sekolah yang
rata-rata berasal dari orang berada.Ia selalu ikhlas dalam membantu ayahnya.
Namun hari ini Dodi tidak dapat membantu ayahnya sampai sore karena jam 4 nanti
Ia harus latihan Taekwondo. Dodi memang sangat gemar dengan olahraga yang satu
ini. Sudah banyak piala yang Ia gondol setiap mengikuti kejuaraan, dari tingkat
sekolah,kelurahan,hingga provinsi. Tapi yang masih Dodi impikan, Ia ingin menjuarai
Kejuaraan tingkat nasional dan membuat bangga kedua orang tuanya. Walaupun
ayahnya tidak pernah mendukung kalo Dodi menjadi atlet Taekwondo.
Ditempat latihan Dodi melihat Tyo dan Ferdi sedang
melakukan pemanasan sekedar meregangkan otot-ototnya supaya tidak mudah cedera.
Tyo yang melihat keberadaan Dodi yang berdiri sendiri di pinggir lapangan tempat Ia sekarang
pemanasan, ia segera memanggil Dodi.
“Woooii.. Dod buruan ganti baju , sebentar lagi
latihan dimulai” ujar Tyo sambil melambaikan tangan kanannya
“apa..apa. iyaa iyaa gue ganti baju dulu ” Gagap
Dodi menjawab karna kaget.
Latihan dimulai dengan melakukan pemanasan yang
dipimpin oleh Dodi. Dodi sudah dianggap senior di klubnya ini karna sudah dari
umur 9 tahun Ia berlatih Taekwondo
disini, jadi sudah banyak pengalaman yang Ia telah lalui dan Sabuk hitam yang
melekat dipinggangnya menandakan kalau Ia sudah merasakan suka duka hidup
dengan Taekwondo. Menurutnya Taekwondo adalah nyawa keduanya dan tanpa
Taekwondo Ia tak akan hidup bahagia, walaupun Taekwondo merupakan olahraga
beladiri yang membutuhkan tenaga dan fisik yang kuat. Itu semua sama sekali
tidak menciutkan nyalinya dalam berlatih Taekwondo.
Senja mulai berganti malam dan awan gelap sudah
menyelimuti langit, hanya siraman cahaya lampu yang dapat menerangi kegelapan
malam ini. Setelah berlatih Taekwondo, Ia bergegas merapihkan barang-barangnya
dan memasukkannya kedalam ransel merahnya.
“Dod, Ayok bareng !!” ujar Tyo menawarkan Dodi untuk
pulang bersamanya.
“Hmm.. boleh “ Jawab Dodi tanpa basa basi sambil
menepatkan bokongnya di atas jok hitam motor Tyo.
Ditengah perjalanan mereka berbincang panjang lebar
tentang persiapan Dodi mengikuti kejuaraan Nasional 3 bulan mendatang. Tyo
berharap supaya sahabatnya itu akan meraih juara walaupun diluaran sana masih
banyak atlit Taekwondo yang kemampuannya masih di atas Dodi. Tapi Tyo yakin
kalau sahabatnya itu akan meraih juara.
“Sory, ni yo gue jadi ngerepotin elu “ ujar Dodi.
“yaelah selau men, kayak baru kenal gue ajah, udah
ye gue duluan” ujar Tyo.
Sebelum Dodi berterima kasih kepada Tyo. Tyo
langsung melesat dengan cepat dan meninggalkan asap hitam motornya yang membuat
bengek Dodi. “UHUUG..UHUUG” Batuk Dodi menghirup asap yang dibuat Tyo tadi.
“Dod, dari mana lagi? “ tanya Ayah Dodi dengan wajah
ketus di depan pintu.
“mm…dari anuu..anu yah “ jawab Dodi ketakutan.
Karena ayahnya akan marah jika Ia bilang kalau ia usai latihan Taekwondo.
“Sudah berapa kali Ayah bilang, JANGAN TAEKWONDO
LAGI!! “ teriak Ayah Dodi sambil membanting gelas plastik yang berisi air
hingga airnya membasahi permukaan lantai teras.
“Tapi yah, Dod—“ belum sempat meneruskan
pembicaraan, Dodi disuruh segera masuk kekamarnya.
“Masuk kamar SEKARANG!!!” Teriak Ayah Dodi lagi.
***
Walaupun beberapa hari yang lalu Dodi dimarahi
Ayahnya karena masih berlatih Taekwondo. Ia bersikeras untuk tetap latihan
karena kejuaraan sudah di depan mata dan tidak dapat ditunda-tunda. Hari ini Ia
mendapatkan latihan khusus dari pelatihnya Pak Danur. Pak Danur itu mantan
juara sea games, ia sangat rendah hati tidak pernah sombong kalau ia pernah
mengharumkan Indonesia di kanca internasional. Pak Danur memberikan latihan
fisik ringan untuk Hari pertama latihan khususnya.
Latihan demi latihan telah dilakukan Dodi selama 3
minggu. Minggu depan Ia akan latih tanding untuk pemanasan dalam menghadapi
kejuaraan. Dodi sangat antusias saat berlatih dengan pak Danur. Pak Danur juga
tidak pernah keberatan jika Dodi meminta porsi latihannya ditambah.
“ ayo Dod, tendang lebih kuat lagi. Kekuatan
tendanganmu masih lemah “ Ujar Pak Danur sambil menahan tarjet kicking yang
ditendang oleh Dodi secara monoton.
“Baik pak, saya berusaha !! “ ujar Dodi sambil
menendang tarjet kicking yang di pegang Pak danur sekuat-kuatnya.
”Oke cukup..cukup Dod, latihan kita cukup sampai
disini besok kita lanjutkan lagi”
”siap pak, kapan saja saya selalu siap untuk
berlatih dengan bapak” ujar Dodi sambil meneguk 1 liter air mineral hingga
ludes habis.
“Iya Dod, yang penting jaga stamina dan fisik kamu
dengan baik. Karena itu merupakan kunci dari permainan kamu , catat itu
baik-baik Dod” ujar pak Danur sambil mengusap rambut ikal Dodi dan segera pergi
meninggalkan Dodi.
“oke pak saya akan menjaga fisik dan stamina saya
dengan baik” ujar Dodi sambil mengikuti langkah kaki Pak Danur dari belakang.
Tiba dirumah, Dodi masuk kedalam rumah
tertatih-tatih karena kelelahan. Ia meliat kedua orang tuanya dan adik2nya
sedang menyantap makan malam dengan hidangan seadanya yang tidak terlalu mewah.
“Bang Dodi abis latihan Taekwondo lagi?” tanya
Shila, adiknya yang masih duduk dibangku smp kelas2.
Belum Dodi menjawab pertanyaan Shila “Kamu ini Dod,
susah sekali dikasih tau. Lebih baik kamu bantu ayah jualan dipasar” ujar ayah
memotong pembicaraan Dodi dengan Shila.
“Iyaa Shil, Abang abis latihan Taekwondo” ujar Dodi,
seakan-akan tidak mendengar pernyataan ayahnya tadi yang menyuruhnya membantu
berjualan dibanding latihan Taekwondo.
“oh” singkat jawaban dari Shila.
“Dod, dengerin ayah !!”
“udah yah , ayah nggak ngerti tentang Taekwondo, ayah
cuman nilai Taekwondo itu olahraga keras yang gak berguna” ujar Dodi sambil
bergegas meninggalkan Ayah dan ibunya menuju kekamar mandi.
“ Dodi , dengerin ayahnya dulu “ ujar ibu dodi sambil menggeleng-gelengkan
kepala karena melihat Dodi begitu keras kepala.
“Aku mau mandi dulu bu, aku capek” teriak Dodi dari
kejauhan.
***
CTEREENG…CTRENGG
Terdengar suara dari belakang dapur. Tanpa membuang
waktu, Dodi dan ibunya yang mendengar suara itu segera berlari kearah dapur.
Ternyata Ayah Dodi tergelepak dilantai dapur dengan sekeliling beling bekas
gelas yang dijatuhkan ayahnya tadi.
“ Astagrullohallazim AYAHH kenapa? ayah bangun !!” teriak
ibu Dodi menangis sambil mengangkat pundak ayah Dodi.
Melihat keadaan ayahnya yang kritis. Dodi segera
menggendong tubuh ayahnya yang tergulai lemas kepundaknya. Dodi lalu membawa
ayahnya ke klinik dekat rumah yang jaraknya kurang lebih 300m dari rumahnya.
Sampai diklinik, Ayahnya dengan cepat diperiksa oleh dokter yang bertugas. Ibu
Dodi hanya bisa menangis melihat keadaan suaminya itu. Begitu juga dengan Dodi
yang mondar-mondir kekanan kiri untuk meredakan kecemasannya atas keadaan
ayahnya yang sedang diperiksa oleh dokter. Tapi Air mata Dodi tidak bisa
ditahan lagi dan aliran air mata itu membasahi pipinya. Setau Dodi, ayahnya
tidak pernah menderita sakit yang begitu parah. Tapi kenapa tiba-tiba ayahnya
tadi tidak berdaya dan wajahnya terlihat
sangat pucat, itu membuat hati Dodi penuh dengan tanda tanya.
5 hari belakangan ini Dodi bergantian dengan ibunya
yang menjaga toko buah, karena ayahnya masih belum cukup sehat untuk melakukan
pekerjaan yang berat. Dodi dengan gigih menggantikan pekerjaan ayahnya itu
walaupun ia harus mengatur waktu untuk sekolah,latihan Taekwondo dan berjualan.
Sudah 2 hari Ia
tidak latihan karena terlalu lelah menggatikan pekerjaan ayahnya. Tapi
hari ini ia sudah janji sama pak Danur kalo mau latihan.
“maaf, pak saya datang telat” ujar Dodi dengan nafas
yang tergopoh-gopoh.
“yasudah tidak papa,sana ganti baju “ suruh pak
Danur ke Dodi.
Hari ini
latihan terakhir sebelum latih tanding besok. Dodi diberi latihan cara
menyerang dan bertahan dengan baik. Dodi sangat antusias dengan latihan kali ini.
Waktu berputar dengan cepat hingga 3 jam telah berlalu. Latihan selesai, Dodi
segera pulang kerumah dan menjaga ayahnya yang sedang sakit.
***
Hari ini hari yang sudah Dodi tunggu-tunggu. Dodi
sudah siap latih tanding dengan lawannya yang sama sekali belum Ia ketahui.
Sebelum berangkat tadi Ia sudah minta ibunya untuk mendoakan supaya menang
walaupun ayahnya tidak memperdulikannya tadi, tapi ia akan menunjukkan ke
ayahnya kalau ia bisa.
Seperti biasa sebelum pertandingan , Dodi tidak
pernah lupa membaca doa supaya diberikan keselamatan dan syukur-syukur
kemenangan dari ALLAH. Pertandingan dimulai, Dodi menghempaskan tendangan
kearah dada musuhnya. Jual beli serangan diperlihatkan dipertandingan ini.
“AWWWWW!!” teriak Dodi sambil memegangi kakinya yang terkilir.
“kakimu terkilir Dod !!“ ujar pak Danur menghampiri
Dodi.
“aduhhh pak sakit” Dodi merintih kesakitan.
“Tolongg tim kesehatan !!” Teriak pak Danur sangking
paniknya melihat keadaan Dodi.
Segera tim kesehatan membawa Dodi ke R.S Fatmawati. Dodi
diberikan pertolongan secara cepat oleh perawat yang bertugas. Setelah diberi
penanganan selama 2 jam. Dodi keluar dengan kaki kiri yang dibalut gips dan
menggunakan tongkat untuk membantu ia berjalan.
“Drrtt..Drrrtt” Bunyi handphone Dodi.
“halo Dodi,kamu dimana? Ayah kamu keadaanya kritis,
kamu cepat segera kesini” terdengar kepanikan dari suara ibu.
“iyaa..iyaa bu aku segera kesana, emang ibu dimana?”
jawab Dodi.
“ibu di rumah sakit Fatmawati kamar no58 “
“bu, aku juga lagi di fatmawati nih, aku segera kesana
bu” Dodi berjalan cepat dengan tergopoh-gopoh menuju kamar tempat ayahnya
berada.
Pak Danur yang berada di belakang Dodi, Ia segera
membantu Dodi berjalan. Ditengah perjalanan Tyo dan Ferdi melintas didepan Dodi
dan pak Danur. “Dod, mau kemana lu? kaki lu kan masih sakit” ujar Tyo sambil
memegangi pundak Dodi. Tapi Dodi tidak menggubris pertanyaan dari Tyo.
Sampai di kamar no 58. Dodi melihat ibu dan Shila
sedang membaca yasin di bawah lantai dan Dodi melihat ayahnya yang terpuruk di
tempat tidur dengan dibantu alat pernapan. Dodi meneteskan air matanya lalu
menjatuhkan tongkat dan Ia segera mendekati ranjang lalu memeluk erat ayahnya
yang sedang tertidur. “AYAH MAAFIN DODI, Dodi udah durhaka sama ayah. Ayah
bangun yah!!”
“Ayah sudah maafin kamu Dod, sebelum kamu minta maaf
sama Ayah” tertatih ayah Dodi menjawab sambil mengelus rambut ikal Dodi.
Terkejut Dodi melihat ayahnya tiba-tiba sadar “ Ayah
cepat sembuh ya yah, kalo ayah sembuh Dodi bakalan nurutin apa yang ayah mau
walaupun ayah nyuruh Dodi berhenti Taekwondo, Dodi akan nurutin ayah tapi ayah
sembuh ya?” ujar Dodi sambil memegang dan mencium kedua tangan ayahnya yang
terbaring lemas.
“Gak perlu Dodi, Kamu terus berlatih Taekwondo
jangan kamu berhenti ditengah jalan. Lanjutkan cita-citamu Dod katanya kamu mau
jadi juara nasional?”
“Tapi ayah kan nggak pernah setuju kalo Dodi ikut
Taekwondo, tapi kenapa sekarang ayah nyuruh Dodi buat ikut kejuaraan itu” ujar
dodi dengan tetesan air matanya hingga membasahi selimut di ranjang ayahnya.
“Ayah cuman tidak ingin anak ayah nanti masa tuanya
susah seperti ayah ini. Ayah dulu atlit Taekwondo yang mewakili Indonesia dapet
medali emas asean games tapi sekarang ayah sudah tua, ayah sudah tidak
dibutuhkan lagi dan dibuang begitu saja seperti sampah” ujar Ayah Dodi sambil
menahan sakit kanker paru-parunya.
“Tapi yah, kaki Dodi cedera, Dodi nggak mungkin bisa
sembuh cepat. Padahal kejuaraannya itu 1 bulan lagi” Ujar Dodi sambil memegangi
kakinya yang dibungkus dengan gips.
“Itu gak usah kamu pikirin Dod, kamu harus janji
sama ayah kalo kamu bakalan menjuarai dan membawa medali emas buat ayah. Ayah
bakal bangga sama kamu Dod, ayah titip ibu dan adikmu ya”
“aku janji sama ayah aku janji “
“Tuutttttt” suara pemantau jantung ayah Dodi
berbunyi panjang tanpa irama. Ayah Dodi meninggal dunia. Dodi menangis sambil
memeluk erat jasad ayahnya yang terbaring mematung diatas ranjang. Begitu pula
dengan Ibu dan Shila, mereka menangis meratapi kepergian Ayah.
Tyo, Ferdi, dan Pak Danur hanya diam dan meneteskan
air mata atas kepergian Ayah Dodi. Mereka menyemangati Dodi supaya ikhlas
menerima kepergian ayahnya.
**
Setelah 4 minggu kepergian ayahnya. Dodi sudah pulih
dari cedernya, ini semua berkat shalat dan doanya kepada ALLAH yang tiada
hentinya untuk berdoa supaya Ia memenuhi semua keinginan ayahnya.
Setiap hari Dodi selalu berlatih dengan semangat
begitu pula dengan Pak Danur yang selalu memberi motivasi supaya Ia tidak
terbelenggu atas kepergian Ayahnya dan menyarankan supaya tidak gentar saat
melawan musuh-musuhnya yang lebih berpengalaman.
Sabtu sore, hari terakhir Dodi latihan karena besok
kompetisi sudah dimulai. Dodi dengan penuh semangat melahap materi latihan dari
pak Danur untuk pertandingan besok.
Hari yang sudah Dodi tunggu-tunggu akhirnya tiba.
Ini saatnya bagi Dodi untuk membuktikan keseluruh Indonesia kalau dia bisa
menjadi atlit Taekwondo yang hebat dan terutama iya ingin membuktikan sekaligus
memberikan medali emas untuk alm.ayahnya.
Pertandingan demi pertandingan telah Dodi lewati
dengan baik. Sampai akhirnya ia mencapai partai semi final. Di babak ini, Dodi
melawan finalis tahun lalu bernama Ciko, Ciko yang tahun lalu menempati
peringkat kedua. Walaupun Dodi tau kalau Ciko itu runner-up tahun lalu , itu
sama sekali tidak menciutkan nyali Dodi untuk melibas Ciko.
Pertandingan Dimulai, tendangan demi tendangan di
lancarkan langsung kea rah Ciko dan sebaliknya pun begitu. Pertandingan
berlangsung seru. Dodi akhirnya menang dan melaju kebabak final.
Sebelum pertandingan final dimulai. Dodi shalat dan
berdoa kepada ALLAH ”YaALLAH berikanlah hambamu ini kemudahan dalam pertandingan
hari ini walaupun jika hari ini hambamu ini tidak juara , hambamu ini sudah
berjuang demi ayah” ucap Dodi sambil menangis dan mengingat semua kenangan
bersama ayahnya.
Dodi sekarang berdiri di matras tempat iya akan
bertanding. Ia melihat di tribun riyuh rendah sorak sorai orang-orang yang
mendukungnya, tidak luput dari penglihatannya ia melihat Ibunya dan Shila
bersorak ikut meneriaki namanya Dodi.. Dodi.. Dodi. Ia tersenyum melihat semua
itu.
Dipinggir arena pertandingan Pak Danur menyuruh Dodi
untuk fokus dalam pertandingan karena yang akan jadi lawannya adalah Romi. Ia
merupakan juara bertahan. Romi melancarkan pukulan samping tapi masih dapat
ditangkis oleh Dodi. Selanjutnya Dodi menghujankan pukulan depan kearah dada
Romi. Pertandingan pun selesai akhirnya Dewi fortuna berpihak kepada Dodi. Pertandingan
selesai dengan kemenangan dari Dodi. Dodi mengenakan medali emas dan mengangkat
piala kemenangannya diatas podium juara 1 sambil meneteskan air mata bahagia. “MEDALI
INI UNTUKMU AYAH” ujar Dodi dalam hati. Ditribun sorak sorai penonton termasuk
ibu dan Shila membuat Dodi semakin bahagia dengan kemenangannya hari ini. Dodi
percaya kalau ayahnya sekarang disurga sedang terseyum melihat ia juara.
***
Tanah merah, batu nisan hitam dengan rumput-rumput
hijau yang tertata rapih di sekitarnya. M.IKWAN BIN SHAFAR masih terlihat
jelas. Dodi mengunjungi makam ayahnya dengan membawa piala dan medali. Air mata
Dodi tidak dapat dibendung lagi mengenang semua kesalahannya terhadap ayahnya
dulu.
“Ayah, Dodi kesini mau nepatin janji. Dodi juara
nasional yah, ini semua berkat semangat yang ayah berikan. Dodi berharap ayah
tenang disurga ya“ ujar dodi sambil
mengalungkan medali emasnya ke batu nisan kuburan ayahnya.
Dodi, ibu, dan shila berdoa supaya ayah Dodi
diampuni segala kesalahannya selama di dunia. Lalu dengan penuh kesedihan,
mereka pulang meninggalkan makam dengan batu nisan yang dilingkari medali..
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking